-----
Alkisah, satu waktu terbaring seorang pemuda yang sekarat. Ia tak dapat berbuat apa-apa dan hanya terbaring menunggu ajal menjemput. Suatu saat, datanglah tabib ke desa pemuda tersebut, mendengar ada yang terbaring sakit, maka tabib itu langsung datang dan berusaha menyembuhkan pemuda malang tersebut. Singkat cerita, pemuda tersebut berhasil disembuhkan.
Pemuda itu pun bertanya, "Wahai tabib, kau sangat hebat. Aku ingin menjadi seperti mu. Menjadi tabib terhebat di seluruh negeri, bahkan di seluruh dunia ini !!"
Sang tabib tersenyum bijak dan berkata "Itu niat yang sangat baik. Tapi aku belumlah sempurna. Bila kau mau, aku akan ceritakan mengenai tabib terhebat."
Tanpa ragu, sang pemuda pun menjawab "Ceritakanlah."
"Tabib terhebat adalah seorang tabib yang tahu akan suatu penyakit sebelum ada seorang pun yang terkena penyakit tersebut. Tabib terhebat adalah tabib yang dapat menemukan obat dari suatu penyakit bahkan sebelum orang lain tahu bahwa penyakit tersebut ada", kata sang tabib dengan tegasnya.
------
Sahabat, kadang kita lupa bahwa dunia akan terus berjalan meskipun kita telah tiada.
Kadang hal yang kita pikirkan adalah sesuatu yang ada di hadapan kita, tanpa memikirkan akan masa mendatang.
Jalani hidup seperti biasa, apa yang datang maka itu yang kita perbuat, tanpa berpikir tentang masa depan.
Indonesia, menurut penulis, kurang memeperhatikan masa depan. Ambillah contoh, tragedi Situ Gintung. Bertahun-tahun lalu luas waduk atau daerah resapan itu adalah 31 hektar. Saat ini, berkurang jauh hingga hanya 21 hektar. Banyak daerah pinggiran Situ Gintung sudah berubah menjadi perumahan. Beberapa warga yang ditanya memang mengerti bahwa seharusnya tidak boleh membangun rumah di tempat tersebut. Tetapi karena dari pemerintah daerah memperbolehkan, maka mereka dengan senang hati mendirikan rumah di sana.
Baru saat ini, begitu bencana terjadi maka beberapa orang baru menyadari kesalahannya. Beberapa orang dari lingkungan hidup juga baru angkat bicara tentang daerah resapan di sekeliling sungai maupun danau.
Di mana pun itu, di Indonesia, saya rasa Indonesia kurang memiliki pemikiran jangka panjang. Baik dalam hal lingkungan hidup maupun hal lain. Dalam ekonomi juga contoh penjualan saham Indosat yang akhirnya ketika mau dibeli kembali, kita tak bisa melakukannya. Padahal jika dibandingkan, harga jual saham Indosat saat itu labih murah dibanding keuntunga yang didapat Indonesia bila saat itu saham tersebut dipertahankan.
Kapan bangsa ini bisa maju bila bangsa ini terus menerus terhambat dari kesalahan-kesalahan masa lalu.
Berapa lagi nyawa yang harus hilang karena kita hanya menghadapi kenyataan saat ini tanpa memikirkan akibat di masa mendatang?
Berapa milyar, berapa trilyun rupiah lagi yang harus masuk daftar kerugian bangsa karena kita hanya berpikir dangkal untuk menyelesaikan masalah secara cepat?
Kapan bangsa Indonesia dapat berpikir seperti seorang tabib terhebat, sesosok pribadi yang Visioner, tidak berpikiran dangkal dan memikirkan akibat atau kegunaan yang dapat diambil di masa mendatang.
Alkisah, satu waktu terbaring seorang pemuda yang sekarat. Ia tak dapat berbuat apa-apa dan hanya terbaring menunggu ajal menjemput. Suatu saat, datanglah tabib ke desa pemuda tersebut, mendengar ada yang terbaring sakit, maka tabib itu langsung datang dan berusaha menyembuhkan pemuda malang tersebut. Singkat cerita, pemuda tersebut berhasil disembuhkan.
Pemuda itu pun bertanya, "Wahai tabib, kau sangat hebat. Aku ingin menjadi seperti mu. Menjadi tabib terhebat di seluruh negeri, bahkan di seluruh dunia ini !!"
Sang tabib tersenyum bijak dan berkata "Itu niat yang sangat baik. Tapi aku belumlah sempurna. Bila kau mau, aku akan ceritakan mengenai tabib terhebat."
Tanpa ragu, sang pemuda pun menjawab "Ceritakanlah."
"Tabib terhebat adalah seorang tabib yang tahu akan suatu penyakit sebelum ada seorang pun yang terkena penyakit tersebut. Tabib terhebat adalah tabib yang dapat menemukan obat dari suatu penyakit bahkan sebelum orang lain tahu bahwa penyakit tersebut ada", kata sang tabib dengan tegasnya.
------
Sahabat, kadang kita lupa bahwa dunia akan terus berjalan meskipun kita telah tiada.
Kadang hal yang kita pikirkan adalah sesuatu yang ada di hadapan kita, tanpa memikirkan akan masa mendatang.
Jalani hidup seperti biasa, apa yang datang maka itu yang kita perbuat, tanpa berpikir tentang masa depan.
Indonesia, menurut penulis, kurang memeperhatikan masa depan. Ambillah contoh, tragedi Situ Gintung. Bertahun-tahun lalu luas waduk atau daerah resapan itu adalah 31 hektar. Saat ini, berkurang jauh hingga hanya 21 hektar. Banyak daerah pinggiran Situ Gintung sudah berubah menjadi perumahan. Beberapa warga yang ditanya memang mengerti bahwa seharusnya tidak boleh membangun rumah di tempat tersebut. Tetapi karena dari pemerintah daerah memperbolehkan, maka mereka dengan senang hati mendirikan rumah di sana.
Baru saat ini, begitu bencana terjadi maka beberapa orang baru menyadari kesalahannya. Beberapa orang dari lingkungan hidup juga baru angkat bicara tentang daerah resapan di sekeliling sungai maupun danau.
Di mana pun itu, di Indonesia, saya rasa Indonesia kurang memiliki pemikiran jangka panjang. Baik dalam hal lingkungan hidup maupun hal lain. Dalam ekonomi juga contoh penjualan saham Indosat yang akhirnya ketika mau dibeli kembali, kita tak bisa melakukannya. Padahal jika dibandingkan, harga jual saham Indosat saat itu labih murah dibanding keuntunga yang didapat Indonesia bila saat itu saham tersebut dipertahankan.
Kapan bangsa ini bisa maju bila bangsa ini terus menerus terhambat dari kesalahan-kesalahan masa lalu.
Berapa lagi nyawa yang harus hilang karena kita hanya menghadapi kenyataan saat ini tanpa memikirkan akibat di masa mendatang?
Berapa milyar, berapa trilyun rupiah lagi yang harus masuk daftar kerugian bangsa karena kita hanya berpikir dangkal untuk menyelesaikan masalah secara cepat?
Kapan bangsa Indonesia dapat berpikir seperti seorang tabib terhebat, sesosok pribadi yang Visioner, tidak berpikiran dangkal dan memikirkan akibat atau kegunaan yang dapat diambil di masa mendatang.