Minggu, 29 Maret 2009

Kegalauan Hati Untuk Negeri

-----
Alkisah, satu waktu terbaring seorang pemuda yang sekarat. Ia tak dapat berbuat apa-apa dan hanya terbaring menunggu ajal menjemput. Suatu saat, datanglah tabib ke desa pemuda tersebut, mendengar ada yang terbaring sakit, maka tabib itu langsung datang dan berusaha menyembuhkan pemuda malang tersebut. Singkat cerita, pemuda tersebut berhasil disembuhkan.

Pemuda itu pun bertanya, "Wahai tabib, kau sangat hebat. Aku ingin menjadi seperti mu. Menjadi tabib terhebat di seluruh negeri, bahkan di seluruh dunia ini !!"

Sang tabib tersenyum bijak dan berkata "Itu niat yang sangat baik. Tapi aku belumlah sempurna. Bila kau mau, aku akan ceritakan mengenai tabib terhebat."

Tanpa ragu, sang pemuda pun menjawab "Ceritakanlah."

"Tabib terhebat adalah seorang tabib yang tahu akan suatu penyakit sebelum ada seorang pun yang terkena penyakit tersebut. Tabib terhebat adalah tabib yang dapat menemukan obat dari suatu penyakit bahkan sebelum orang lain tahu bahwa penyakit tersebut ada", kata sang tabib dengan tegasnya.

------


Sahabat, kadang kita lupa bahwa dunia akan terus berjalan meskipun kita telah tiada.

Kadang hal yang kita pikirkan adalah sesuatu yang ada di hadapan kita, tanpa memikirkan akan masa mendatang.

Jalani hidup seperti biasa, apa yang datang maka itu yang kita perbuat, tanpa berpikir tentang masa depan.

Indonesia, menurut penulis, kurang memeperhatikan masa depan. Ambillah contoh, tragedi Situ Gintung. Bertahun-tahun lalu luas waduk atau daerah resapan itu adalah 31 hektar. Saat ini, berkurang jauh hingga hanya 21 hektar. Banyak daerah pinggiran Situ Gintung sudah berubah menjadi perumahan. Beberapa warga yang ditanya memang mengerti bahwa seharusnya tidak boleh membangun rumah di tempat tersebut. Tetapi karena dari pemerintah daerah memperbolehkan, maka mereka dengan senang hati mendirikan rumah di sana.

Baru saat ini, begitu bencana terjadi maka beberapa orang baru menyadari kesalahannya. Beberapa orang dari lingkungan hidup juga baru angkat bicara tentang daerah resapan di sekeliling sungai maupun danau.

Di mana pun itu, di Indonesia, saya rasa Indonesia kurang memiliki pemikiran jangka panjang. Baik dalam hal lingkungan hidup maupun hal lain. Dalam ekonomi juga contoh penjualan saham Indosat yang akhirnya ketika mau dibeli kembali, kita tak bisa melakukannya. Padahal jika dibandingkan, harga jual saham Indosat saat itu labih murah dibanding keuntunga yang didapat Indonesia bila saat itu saham tersebut dipertahankan.

Kapan bangsa ini bisa maju bila bangsa ini terus menerus terhambat dari kesalahan-kesalahan masa lalu.

Berapa lagi nyawa yang harus hilang karena kita hanya menghadapi kenyataan saat ini tanpa memikirkan akibat di masa mendatang?

Berapa milyar, berapa trilyun rupiah lagi yang harus masuk daftar kerugian bangsa karena kita hanya berpikir dangkal untuk menyelesaikan masalah secara cepat?

Kapan bangsa Indonesia dapat berpikir seperti seorang tabib terhebat, sesosok pribadi yang Visioner, tidak berpikiran dangkal dan memikirkan akibat atau kegunaan yang dapat diambil di masa mendatang.

Rabu, 11 Maret 2009

Puisi Tahi Kuda

Sewaktu malam penutupan dies emas ITB, dapat sebuah puisi bagus yang ditampilkan saat penampilan opera ganesha. Sebuah puisi yang seharusnya membuat kita sedih karena kenangan masa lalu dan bersemangat ketika membaca harapan untuk masa depan negeri ini. Begini bunyi puisinya.

Kisah Tahi Kuda ...

Tahi kuda ini punya cerita
Tentang bau amis darah seorang mahasiswa
Rene conrad namanya
Ditembak anak akpol putra pak jendral katanya
Tewas setelah main sepak bola
Tragedi yang menggoreskan luka antara kampus ganesha
dengan kelompok berseragam bersenjata

Tahi kuda ini pernah jadi saksi
Saat ia diinjaki ratusan prajurit Siliwangi
yang menghadang di boulevard
Disambut mahasiswa dengan barisan rantai manusia
Sambil menyanyikan ”Indonesia Raya”
Membuat beberapa prajurit meneteskan air mata dan bernyanyi bersama
Akhirnya mereka mundur atas perintah pak Himawan
Pangliwa Siliwangi yang kemudian diganti
Hanya karena dia punya hati...
( esoknya kampus diduduki dan rumah Pak Iskandar ditembaki oleh intel
suruhan Benny Moerdani )


Tahi kuda ini pernah meleleh
Oleh api bekas bakaran ban
Saat ditahun delapan sembilan
Mahasiswa menolak kedatangan mendagri
Yang mau ikut menceramahi
Para mahasiswa dan mahasisiwi
Dikiranya mereka juga pegawai negeri....

Tahi kuda ini juga pernah ikut tersenyum
Saat sepasang pemudi- pemuda
satu berjaket hijau satu berjaket biru
berjalan malu-malu
mau nonton ludruk dengan lakon yang lucu
sesudah itu berjanji seia-sekata
meskipun segera bubar setelah wisuda

Tahi kuda ini juga bisa bercerita
bahwa ia pernah merasakan bau sepatu para pemimpin negera
yang dulu sering begadang di laboratorium sampai larut malam
menguras semua ilmu dari para begawan
lalu menghabiskan malam mingguan di himpunan
makan indomie dari sarapan sampai pagi kemudian...

tapi kok ya negeri ini tidak juga beranjak lari
padahal banyak mentrinya merasa paling pinter sendiri
maklum, mantan putra-putri dan terbaik negeri ini

Dan tahi kuda ini pun juga bisa bersaksi
Saat si Bung berkata bahwa dia cukup punya sepuluh pemuda untuk
mengguncang dunia..
tentu dia sedang membayangkan para pemudi dan pemuda
putra Sang Ganesha .........


Jakarta February ’09